Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Ghulam Raziq : Reorientasi Manusia Pada Lingkungan
WARTABORNEO.COM - Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia diperingati pada tanggal 5 Juni setiap tahunnya. Peringatan HLH Sedunia tahun ini merupakan perayaan 50 Konferensi Stockholm.
Konferensi Stockholm tahun 1972 adalah konferensi tingkat dunia pertama yang membahas isu lingkungan. Konferensi Stockholm telah meletakkan dasar untuk pengaturan global mengenai perlindungan lingkungan.
Bencana lingkungan yang terjadi baik banjir, longsor, kekeringan, pencemaran, pemanasan global dan sebagainya adalah contoh dari permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, jika tidak ada pengendalian untuk memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak, akan terjadi krisis lingkungan yang berujung pada ancaman kepunahan makhluk hidup akibat ketidakseimbangan ekosistem.
Dikatakan, manusia adalah poros dan pangkal dari kerusakan lingkungan. Hal itu karena pola perilaku manusia sendiri yang belum peka pada lingkungan. Dalam Al-Qur’an juga telah mengafirmasi secara ekplisit bahwa kerusakan alam yang terjadi di dunia ini karena akibat perbuatan manusia yang kurang ramah pada lingkungan.
“Manusia adalah sumber kerusakan dari ekosistem alam di dunia ini yang berujung pada ketidaksetabilan siklus rantai kehidupan dan akhirnya berdampak buruk pada manusia itu sendiri,” ujar politisi Partai berlambang Ka'bah ini
Ia mencontohkan apa yang terjadi di Sungai Kapuas atau Melawi yang tercemar merkuri adalah akibat perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab dan berdampak pada pencemaran air sehingga berakibat buruk pada kualitas air. Bahkan, akibat pencemaran itu menyebabkan ikan-ikan di sungai tersebut mati.
Padahal, air itu juga digunakan sebagai air baku PDAM, dimanfaatkan masyarakat untuk mandi, mencuci bahkan untuk konsumsi. Tentu, hal tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat di sekitar.
“Itu adalah salah satu contoh kecil bagaimana perilaku manusia yang tidak peka terhadap lingkungan sekitar,” terangnya.
Untuk itu, lanjut dia, sebagai upaya menjaga dan memelihara alam, manusia dituntut melakukan sikap tidak berlebih-lebihan, keseimbangan bahkan melakukan perlindungan terhadap alam. Namun sebaliknya, jika alam dirusak akibat perilaku manusia, baik karena penyalahgunaan, pengrusakan, pemborosan, maka yang akan terjadi adalah kerusakan di alam semesta.
“Manusia harus memiliki pandangan yang holistik yaitu melihat alam sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam susunan kosmos dan juga memandang alam sebagai cerminan ilahi, maka manusia akan bisa bersahabat pada alam. Jika relasi manusia dan alam ini terjaga dengan baik, maka bumi akan terselamatkan dari kehancuran dan perdaban manusia-pun masih terjaga. Namun sebaliknya, jika manusia tidak segera mengakhiri sifat eksploitatif pada alam, alam akan murka dengan ekspresi verbalnya berupa banjir, longsor, dan bencana alam lainnya. Jika ini berlanjut, ekosistem dunia akan terganggu dan akhirnya kehancuran bumi pun hanya masalah waktu dan peradaban manusia akan segera lenyap,” ujarnya. (*)