SANTO: INI BISA JADI KINERJA MAKSIMAL ATAU KEMUNDURAN BESAR
WARTABORNEO.COM – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar beberapa waktu lalu memunculkan wacana perubahan masa jabatan kepala desa yang semula 6 tahun menjadi 9 tahun dalam satu periode. Perpanjangan masa jabatan kades ini dinilai perlu unutk mengefektifkan pembangunan desa. Diharapkan dengan rentang waktu 9 tahun tersebut, para kades bisa focus berkerja tanpa pengaruh dinamika politik desa akibat Pilkades.
Santosa, ketua komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang menanggapinya dengan tenang. Menurutnya semua pihak yang terlibat perlu mempertimbangkan lebih jauh seputar baik buruknya dampak pemberlakukan rencana tersebut.
“Ada dua sisi yang perlu kita lihat terkait rencana perubahan masa jabatan kades ini, yang awalnya 6 tahun mau dirubah jadi 9 tahun. Dari sisi positif tentu ada penghematan biaya bagi APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) dan APBN (anggaran pendapatan dan belanja Nasional) karena jika periode kades jadi 9 tahun, maka kinerja juga bisa maksimal. Di sisi lain, negatifnya bisa jadi malah terjadi kemunduran yang signifikan di desa bila kadesnya tidak mampu mengelola dana desa dengan baik jika SDM (sumber daya manusia)nya kurang mumpuni,” kata Santosa, Rabu (9/11/2022).
Menurut politisi Partai Kebangkitan Banga (PKB) itu usulan Mendes PDTT itu merupakan usulan aspirasi dari Apdesi (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) kepada Abdul Halim Iskandar atau yang biasa disapa Gus Halim. Bagi pria yang pernah juga menjabat sebagai Kades Nanga Mau ini sepanjang pemerintah pusat memutuskan, maka pihaknya akan menyambut baik.
“Usulan ini kan berdasarkan aspirasi teman-teman di Apdesi. Kita melihat mungkin ada kepentingan lain juga yang memboncenginya, namun kita tentu akan menyambut baik usulan ini bila sudah terwujud. Kalau sudah jadi keputusan pusat, kita di daerah ini hanya tinggal menerimanya saja. Bisa jadi ini akan menjadi pembahasan di Senayan,” kata Santo lagi. (*)