Polemik Kewenangan Sertifikal Halal Jangan Korbankan Masyarakat

www.wartaborneo.com - SINTANG : Kisruh siapa yang menjadi otoritas mengeluarkan sertifikasi halal saat ini tengah dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi. Adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia telah melayangkan gugatan ke MK untuk meminta kembali diberikan otoritas mengeluarkan sertifikat halal, yang saat ini beralih ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama.

Terkait kisruh tersebut, anggota DPRD Sintang, Ghulam Rajiq meminta agar masalah otoritas tersebut dapat diselesaikan dan masyarakat yang ingin mendapatkan sertifikat halal pada produknya segera mendapatkan pelayanan.

"Jangan polemik ini menjadikan masyarakat bingung. Saya yakin banyak masyarakat yang sudah ingin mendapatkan sertifikat halal akhirnya tertunda karena polemik ini. Harapan saya ini dapat segera diselasaikan, jangan sampai merugikan masyarakat," kata Ghulam, Rabu (16/10/2019) via pesan whatsapp.

Selain itu, jika polemik otoritas ini tidak dapat diselasaikan, dirinya meyakini akan banyak produk makanan ataupun obat-obatan yang beredar dimasyarakat tanpa ada sertifikasi halalnya.

"Ini berbahaya, jangan sampai ada oknum yang memanfaatkan situasi ini sehingga dimasyarakat beredar makanan ataupun obat-obatan tanpa sertifikasi halal. Jadi tolonglah pihak yang berkompeten untuk memikirkan ini," katanya

Sebagaimana diketahui, UU JPH disahkan pada 2014. UU itu memberikan amanat kepada Kementerian Agama membentuk badan khusus yang menangani soal halal. Badan ini nanti mengawasi lembaga-lembaga yang memberikan sertifikat halal, tidak hanya LPPOM MUI. Lembaga yang mempunyai kapasitas dan kredibel selain LPPOM MUI, bisa juga mengeluarkan sertifikat halal.

Dalam salah satu pasal yang dikutip wartakapuas.com, yakni pasal 67 ayat 1 UU JPH menyebutkan "Kewajiban versertifikat halal bagi produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 mulai berlaku 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan". 

Adapun jenis produk yang wajib bersertifikat halal sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) akan diatur secara bertahap. Hal itu disebutkan dalam ayat (2) pasal 67 UU PJH.

Selain menetapkan produk-produk yang wajib bersertifikat halal, BPJPH juga memiliki sejumlah kewenangan lain, yaitu:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH;
b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH;
c. menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk;
d. melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri;
e. melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal;
f. melakukan akreditasi terhadap LPH;
g. melakukan registrasi Auditor Halal;
h. melakukan pengawasan terhadap JPH;
i. melakukan pembinaan Auditor Halal; dan
j. melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH. (phs)


Subscribe to receive free email updates: