Jaga Keseimbangan Lingkungan Lahan Sawit Di Kab Sintang Tidak Boleh Lebih Dari 200 Ribu Hektar
www.wartaborneo.com -Sintang: Lokasi sawit di Kabupaten Sintang tidak boleh melebihi dua ribu hektar lahan, di katakan Bupati Sintang, pada perusahaan sawit saat menjadi narasumber Diskusi tentang Sawit, yang dilaksanakan secara live streaming di pendopo Bupati Sintang Rabu, (8/4/2020).
Bupati Sintang, Jarot Winarno, menyampaikan dengan membuat batas toleransi luasan sawit perusahaan di Kabupaten Sintang yakni tidak lebih dari 200 ribu hektar sawit saja. Supaya sisanya menjadi hutan dan perkebunan lain bukan sawit seperti kopi, kakao, teh, sengkubak dan tanaman lain. Namun untuk kebun kecil masyarakat dan koperasi masyarakat, saya masih memperbolehkan, ujar Jarot.
Dalam kesempatan tersebut Bupati Sintang, memaparkan banyak kebijakan dan keputusan untuk memberikan keseimbangan antara pembangunan kebun kelapa sawit dengan lingkungan, ekonomi, kesejahteraan masyarakat, sosial budaya dan kearifan lokal.
“lokasi sawit ini ada di pedalaman yang jauh dari pusat kota, sehingga kontribusi sawit terhadap penurunan angka kemiskinan adalah terbukanya akses jalan menuju desa dan kampung semakin baik. Angka kemiskinan di Kabupaten Sintang baru data Tahun 2019 bisa turun sampai satu digit yakni 9,6. Sebelumnya selalu diatas dua digit. Garis kemiskinan di Kabupaten Sintang adalah 556 ribu per kapita per bulan. Dari berbagai potensi konflik perkebunan ini, kami sudah melakukan banyak langkah dan solusi seperti merevisi ijin lokasi yang tumpang tindih, melakukan evaluasi setiap izin lokasi yang sudah berakhir masa berakunya, meningkatkan peran serta masyarakat serta multi stakeholders, dan mengimplementasikan satu peta dan satu data” terang Bupati Sintang.
“kami juga sudah membentuk Forum Koordinasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Kabupaten Sintang dan sudah melaksanakan 13 langkah untuk untuk menuju RSPO dan ISPO seluruh kebun sawit di Kabupaten Sintang. Untuk mendukung sawit yang berkelanjutan, kami juga sudah dan akan mengeluarkan 7 keputusan diantaranya tentang tanggungjawab sosial perusahaan, pembangunan tanah kas desa, rencana aksi daerah kelapa sawit berkelanjutan, draft Peraturan Bupati Sintang tentang kawasan penting Kabupaten Sintang dan draft Peraturan Bupati Sintang tentang rencana induk perkebunan Kabupaten Sintang” terang Bupati Sintang.
“kami sudah berkoordinasi untuk pencegahan tumpang tindih lahan sudah dilakukan dan tumpang tindih pada 4 perusahaan sudah kami selesaikan semua. Pemprov Kalbar sudah mewajibkan setiap perusahaan untuk mewajibkan 7 persen HGU dalam bentuk hutan. Kita juga sudah mencabut 10 ijin perusahaan sawit karena masalah performance perusahaan dan tumbang tindih lahan dengan perusahaan lain dan hutan".
"Kami ada memberikan ijin, tetapi kami mewajibkan mereka untuk ISPO dan RSPO. Bagi kami, kebun sawit yang mensejahterakan itu harus ada kemitraan, membina desa binaan, sustainabillity, mengikuti standar ISPO dan RSPO, ijin dari tokoh masyarakat setempat karena mereka yang tahu dimana kuburan dan tembawang, pemetaan yang melibatkan masyarakat, dan harus ada wilayah konservasi” tegasnya.
Erlangga Peneliti Muda Yayasan Madani Berkelanjutan menyampaikan data soal perkebunan kelapa sawit dan kemiskinan di Kalimantan Barat. “di Kalimantan Barat itu luasan kebun kelapa sawit ada di Ketapang paling luas, menyusul Sanggau dan Sintang. Saya sangat menyayangkan bahwa lahan sawit yang luas tetapi belum memberikan kontribusi yang baik bagi kemajuan desa dan penurunan angka kemiskinan. Kami berharap Pemda melakukan inovasi untuk mendorong kehadiran perkebunan kelapa sawit ini mampu mensejahterakan masyarakat,” terang Erlangga.
Hadir empat narasumber pada diskusi ini yakni Teguh Surya Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Manseutus Darto Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit, Erlangga peneliti muda Yayasan Madani Berkelanjutan, dan Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Sanggau Syafriansyah. (Ard)