SINTANG GARAP LAGI KELUTAP
WARTABORNEO.COM - Pembangunan pariwisata terintegrasi dan berkelanjutan (P3TB) merupakan kunci dalam membenahi sektor pariwisata di Indonesia. Proses ini diharapkan mampu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus memudahkan pembangunan fasilitas umum pendukung pariwisata.
Hal ini menjadi salah satu poin yang dibahas dalam pertemuan penyusuanan draft masterplan interkoneksi APL berhutan dengan kawasan hutan Negara pada rencana pengembangan ekowisata TWA Bukit Kelam, Bukit Luit dan Bukit Rentap (Kelutap) di Hotel Bagoes Resto, Selasa (1/11/2022).
“Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang mendukung dan mendorong upaya pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan berkeadilan dengan pelibatan masyarakat yang intensif untuk memberi kesempatan pada masyarakat mendapatkan mandaat langsung dna tidak langsung dari pengelolaan sumber daya alam dan hutan di sekitar tempat tinggalnya melalui skema pengemabngan pariwisata berbasis masyarakat,” kata Yustinus, Asisten Sekretaris Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan saat menghadiri acara tersebut.
Menurut Yustinus, upaya untuk mengintegrasikan pengelolaan beberapa kawasan hutan dengan areal lain di luar kawasan hutan tidaklah mudah, karna terkait dengan kewenangan dan kebijakan dari masing-masing wilayah kelola.
“Perlu proses komunikasi, diskusi, pengumpulan data dan analisa yang cermat untuk dapat mengintegrasikan segala kebutuhan dan kepentingan di lapangan. Gagasan ‘integrasi’ di kawasan Kelutap ini telah ada sejak lama. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi itu adalah terbatasnya kewenangan pemerintah atas pengelolaan wilayah di kawasan tersebut, karena TWA Kelam ada di dalam kewenangan BKSDA sementara Bukit Luit dan Bukit Rentap memiliki status kawasan hutan lindung,” tambah Yustinus.
Politisi Partai Golkar, Toni menyampaikan bahwa keterbatasan ruang gerak pengelolaan menimbulkan kesulitan ekonomi bagi masyarakat.
“Sejak dulu masyarakat kita itu hidup dari hutan di sekitar rumah,
sekitar kampung mereka. Kalau karna undang-undang gerak pengelolaan masyarakat
pada hutan dibatasi kasihan mereka. Ekonomi mereka sangat bergantung pada alam.
Pembatasan itu juga menimbulkan kesulitan ekonomi dan kesejahteraan warga,’
ujar Toni. “Kita berharap ada jalan tengah untuk masyarakat dalam mengelola
hutan sekitar tempat tinggal mereka demi kelangsungan ekonomi dan tujuan
kesejahteraan masyarakat,” tambah anggota komisi B Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang itu lagi. (*)